Red Bobblehead Bunny

3/8/12

Hormat atau Dekat


Lepas dari  sebuah makna manusia sebagai makhluk dengan fungsi ganda atau dualisme, manusia harus menerima kenyataan bahwa ia diciptakan agar menjadi seorang pemimpin, baik dalam konteks bagi diri sendiri maupun bagi keluarga, golongan atau kelompok, organisasi, hingga cakupan yang cukup luas seperti pemerintahan dalam sebuah negara. Semuanya dituntut untuk bisa mengenali, mengayomi, serta mengendalikan apa-apa yang menjadi kekuasaannya.
Dalam konsep kepemimpinan, banyak aspek yang bisa dikupas, diulas, serta dijadikan topik pembahasan dalam kajian studi bagi generasi-generasi penerus. Namun, saat ini, saya takkan mencoba menghadirkan pengertian, karakter,  serta bermacam-macam tokoh pemimpin yang hebat dalam sejarahnya dengan maksud membuat anda mengerti serta akan mengimplementasikannya dalam kehidupan anda sehari-hari, tidak. Saya hanya akan menyinggung dua poin yang-menurut saya-berlawanan namun seharusnya bisa disatukan dan berjalan beriring-iringan, kewibawaan dan kedekatan(pemimpin dengan rakyatnya).
Kewibawaan mutlak dimiliki seorang pemimpin demi menjaga nama baik dan kehormatannya di depan rakyatnya. Tanpa berwibawa, seorang presiden pun dapat digulingkan dari kursi kepresidenannya. Tak peduli siapapun orangnya. Berwibawa juga menunjukkan seberapa pantas ia disebut pemimpin. Tapi, kewibawaan seorang pemimpin belum bisa menjadi indikator pemerintahan yang sukses dan seluruh bawahannya(rakyatnya) dapat mengenyam kesejahteraan. Sekilas, pemimpin yang berwibawa bisa membawa pemerintahan berhasil, mungkin, tapi tak selamanya. Di sini pun saya tak mau mengkritik atau menggurui siapa pun, hanya ingin menyinggung dan mencoba membanding-bandingkan.
Poin kedua, kedekatan pemimpin dengan yang dipimpin. Semakin dekat, semakin bisa merasakan.Setidaknya itu yang saya dapat saat mengamati perilaku dua kutub magnet yang berbeda, semakin dekat, semakin kuat gaya tarik-menarik antarmagnet, dan semakin sulit untuk dipisahkan. Pemimpin dan rakyatnya adalah dua kutub yang berbeda, hanya masalah jarak yang memisahkan saja. Tapi ingat, pemimpin yang dekat dengan rakyatnya juiga menjadi malapetaka seandainya pemimpin tak memiliki ketangguhan pendirian. Suara rakyat adalah faktor eksternal. Pemimpinlah yang layak mengambil keputusan,bukan rakyatnya.
Lantas, apakah kita tak bisa memilikinya bersamaan? Siapa bilang? Di awal, saya sebutkan dua hal ini bertolakbelakang tapi tak juga dipungkiri bisa disatukan dan kita miliki keduanya. Dalam sejarah Islam, disebutkan bahwa pemimpin agama tersebut, Muhammad Saw. adalah orang yang berwibaa. Ia mampu membawa pengikutnya dari mulai mengikuti aturan Islam hingga berperang melawan orang-orang nonmuslim yang mereka sebut kafir hingga berhasil menaklukan kerajaan-kerajaan besar nonmuslim. Tapi, di lain waktu, saat ia menemukan seorang anak tanpa ayah-ibu dan berpakaian compang-camping, apa yang ia lakukan? Ia lantas membawanya ke rumah dan dengan penuh kasih sayang, ia memandikannya, memberinya pakaian dan mengakuinya sebagi anak. Juga banyak lagi teladan orang-oarng besar yang memiliki dua hal ini.
Setelah membaca tulisan ini, saya tak berharap banyak anda mau mengomentari tulisan saya, atau mendapatkan pujian dari anda, atau semacamnya! Tapi, camkanlah, rakyat anda sangat mengharapkan anda punya dua hal ini ! Termasuk saya. Saya yakin, gaya kepemimpinan saya masih kalah jauh ketimbang anda. Dan saat ini, saya sedang berperan sebagai rakyat. Maka, dengarkanlah ini, and please, be the great leader for us!