Red Bobblehead Bunny

6/4/13

Entahlah...

               Entah mengapa, semenjak kau mengungkapkan segalanya dalam sebuah pesan singkat itu, aku merasakan ada sebuah penyesalan telah menanyakan hal sesensitif itu. Terbersit dalam setiap detail kalimat-kalimatmu, jarak yang begitu besar, yang memisahkan potongan demi potongan yang selama ini coba kususun dan bangun. Cerita-cerita yang terasa indah pada awalnya, perlahan luntur menjadi episode-episode tak bermakna. Hanya menjadi gambar hitam-putih yang monoton, mengingatkanku pada kisah-kisah lama Laila & Majnun, Romeo & Juliet, atau bahkan nanti menjadi kisah antara kau dan aku sendiri. Akan tetapi, dalam banyak hal, hitam putih yang monoton juga bisa menghiasi perjalanan hidup kita masing-masing, mengantarkan kita kepada warna-warna lain yang semakin lama semakin indah pada saatnya nanti.
                Entah mengapa, semenjak kau mengungkapkan segalanya dalam sebuah pesan singkat itu, dan aku membacanya dengan penuh kegundahan, jari-jari ini seakan tak pernah mau berhenti menuliskan kesedihan serta kesenduan yang sejatinya tak berarti apa-apa, hanya semakin menggoreskan kekecewaan yang lebih kejam. Jari-jari ini juga seakan mengajakku berlari dari kenyataan bahwa memang perkara cinta bahkan tak mau peduli perihal realita, sesuatu yang harusnya aku sadari sejak awal. Pada akhirnya pun, aku sendiri yang mengakui bahwa jari-jari ini jauh lebih jujur ketimbang hati dan pikiran yang terobsesi cinta. Dan mungkin, suatu saat nanti lonceng Tuhan yang yang akan sampaikan rindu yang semestinya menghangatkan hidup ini. Aku yang telah ungkapkan semuanya dan pertaruhkan rasa ragu dan malu ini hanya bisa melihat dari kejauhan, di belakang pagar betis komitmenmu yang bahkan kuakui itu hebat, seiring berdoa agar kau akan mendapatkan seseorang yang terbaik baik versi Tuhan maupun versimu sendiri. Meski dalam sudut terkecil hati ini, aku masih berharap, akulah yang terbaik untukmu.
                Entah mengapa, semenjak kau mengungkapkan segalanya dalam sebuah pesan singkat itu, diriku secara simultan menderita kontradiksi rasa yang rumit. Di satu sisi, aku merasa ada bagian yang hilang dari diri ini. Entah itu perasaan cinta, atau justru hanya sebatas ketidaktaudirian yang berlebih. Tapi, di sisi yang lain, aku justru senang, senang karena tak terbodohi oleh arti cinta itu sendiri. Juga senang karena komitmenmu itu mengingatkanku pada keutuuhan cinta yng sesungguhnya yaitu dengan ikatan suci sebuah pernikahan. Dan segalanya mungkin akan baik-baik saja dalam nuansa seperti ini. Tak perlu ada ucapan cinta, atau pemberian sekuntum bunga sebagai refleksi kebahagiaan kedua hati. Aku pun tak terlalu memusingkan hal ini, tetapi, sedikit banyak ingin sekali ku tanyakan, adakah diriku….oh singgah di hatimu….?

No comments:

Post a Comment

Matur Nuwun, Mas....Mbak...